Aku Memanggilmu...

     Aku akan memanggilmu.

     Dalam getar nafsu, sebotol mansion.

     Seperti biasa akan saling melumat.

     Tidak lebih, senandung gairah bait syairnya.

     Setelah bergumul dengan sehelai kain.

     Berpagutan aroma candu memburu.

     Kau meruntuhkan moral seperti biasa.

     Suara alam, kodrat hawa, hewan-hewan liar.

     Dalam dekap yang kau ikatkan di pinggang.

     Seharga biaya sekolah, menghidupi keluarga, tingkah hedonmu.

     Aku memanggilmu di balik tirai bakso.

     Buah khuldi pesananku.

     Bukan legal, andai penguasa tidak bertingkah munafik bukan..!??

     Di hotel mewah, menjadikanmu tebusan.

     Kau tersenyum acuh, berdendang gemulai.

     Setengah teler, mencambuk manja.

     Aku memanggilmu untuk tumbal kematianku.

     Kau bertingkah Izrail, memacu denyut jantung.

     Tulang rusukku, anjing-anjingku.

     Mengendusmu, mencabik-cabik kehormatanmu.

     Semoga tidak berkalang tanah.

     Berasyik masyuk di bawah tanah.

     Aku memanggilmu dibalik tirai misteri keberadaanmu.

     Bukan biaya sekolah, menghidupi keluarga, tingkah hedonmu.

     Kecenderungan Adam kepada dirinya sendiri.

     Kecenderungan Hawa sebagai asal konfigurasi.

     Persetubuhan suci, perzinahan yang direstui.

     Kau mendatangiku, tanpa kuharus memanggilmu.

     Sinergi ketuhanan, dalam gerak gravitasi mengasyikkan.

     Bergumul, melumat, berpagutan dalam dekapan liar menggelinjang, memburu 

     konak, desahan meraung-raung.

     Oksidasi nafsu dalam konsensus.

     Aksioma buah kontemplasi reasioning.

     Artikulasi seorang wali, sebentuk mahar.

     Penghabluran sebuah Creatio Ex Nihillo.

     Aku memanggilmu, kutitipkan angin malam mengabariku baik-baik saja.